Candi Asu adalah
nama sebuah candi peninggalan budaya Hindu yang terletak di Desa Candi Pos,
kelurahan Sengi, kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, provinsi Jawa Tengah
(kira-kira 10 km di sebelah timur laut dari candi Ngawen). Di dekatnya juga
terdapat 2 buah candi Hindu lainnya, yaitu candi Pendem dan candi Lumbung
(Magelang). Candi ini adalah sebuah candi peninggalan Mataram Kuno dari trah
Wangsa Sanjaya (Mataram Hindu).
Nama candi tersebut merupakan nama baru yang diberikan oleh masyarakat sekitarnya. Disebut Candi Asu karena didekat candi itu terdapat arca Lembu Nandi,
wahana dewa Siwa yang diperkirakan penduduk sebagai arca asu ‘anjing'. Disebut Candi Lumbung karena diduga oleh penduduk setempat dahulu tempat menyimpan padi (candi Lumbung yang lain ada di kompleks Taman Wisata candi Prambanan). Ketiga candi tersebut terletak di pinggir Sungai Pabelan, dilereng barat Gunung Merapi, di daerah bertemunya (tempuran) Sungai Pabelan dan Sungai Tlingsing. Ketiganya menghadap ke barat. Candi Asu berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 7,94 meter. Tinggi kaki candi 2,5 meter, tinggi tubuh candi 3,35 meter. Tinggi bagian atap candi tidak diketahui karena telah runtuh dan sebagian besar batu hilang.
Melihat ketiga candi tersebut dapat diperkirakan bahwa candi-candi itu termasuk bangunan kecil. Di dekat Candi Asu telah diketemukan dua buah prasati batu berbentuk tugu (lingga), yaitu prasasti Sri Manggala I ( 874 M ) dan Sri Manggala II ( 874 M ).
Ada pendapat lain nama Asu pada candi ini bukan berasal dari kata asu dalam Bahasa Jawa ngoko yang berarti anjing. Kata asu adalah hasil perubahan kebiasaan pengucapan masyarakat setempat dari kata aso atau mengaso yang berarti istirahat.
Candi Asu ini memiliki ukuran relatif kecil dibandingkan dengan Candi Borobudur ataupun Prambanan, dan berbentuk bujur sangkar. Seperti yang disinggung di atas tadi, di dekat candi itu juga ditemui Candi Pendem dan Candi Lumbung yang memiliki ukuran dan bentuk relatif sama. Uniknya di ketiga bangunan candi ini, di dalamnya terdapat lubang semacam sumur sedalam hampir dua meter dengan bentuk kotak berukuran sekitar 1,3 meter x 1,3 meter.
Menurut arkeolog Soekmono seperti dikutip dari buku Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Tengah, sumur itu digunakan sebagai tempat pemujaan. Pemujaan tersebut bisa ditujukan kepada seorang tokoh tertentu atau arwah seorang raja.
Masih menurut buku itu, berdasarkan Prasasti Kurambitan I dan II yang ditemukan dekat situs Candi Asu, ketiga candi ini didirikan tahun 869 Masehi. Kedua prasasti ini dikeluarkan Pamgat Tirutanu Pu Apus yang menyebut ketiga bangunan itu sebagai bangunan suci atau Salingsingan.
Yang menarik perhatian, hanya beberapa meter di selatan Candi Asu juga terdapat Sungai Tlingsing. Menurut buku Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Tengah, nama Tlingsing mungkin bisa berasal dari kata talingsing atau salingsing yang bisa diidentikkan dengan nama Salingsingan.
Namun yang pasti, berdiri di atas bangunan Candi Asu seperti melihat permadani hijau. Sekeliling situs dipenuhi kebun sayur-sayuran. Suara alam berupa kicau burung pun memenuhi ruang sekitar candi.
Namun, sumur di candi ini tidak seperti ditemui di Candi Pendem dan Asu yang kosong. Sumur di candi ini dipenuhi reruntuhan kubah candi. Memang menurut Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Tengah, ketiga bangunan candi ini diperkirakan memiliki kubah. Meski kini pada Candi Pendem dan Asu, kubah itu sudah tidak terlihat lagi.
Dalam sejarah peradaban Jawa Kuno, sebenarnya arsitektur kubah belum dikenal di kalangan masyarakat Jawa hingga kebudayaan India yang membawa peradaban Hindu-Buddha ke wilayah Jawa.
Menurut arkeolog Universitas Indonesia Dr Agus Aris Munandar, seperti dikutip dari artikelnya yang berjudul Kesejajaran Arsitektur Bangunan Suci India dan Jawa Kuno, Jacues Durmacay, seorang arsitek yang mendalami peninggalan arsitektur Jawa kuna, menunjukkan bahwa pada awalnya bangunan suci atau candi dalam masyarakat Jawa kuno tidak didirikan dalam bentuk lengkap dengan dinding dan kubah. Sebaliknya, candi hanya berupa bangunan dasar berupa altar yang di permukaannya diletakkan obyek-obyek sakral, seperti lingga, yoni, maupun arca. Dengan demikian, candi- candi pada peradaban Jawa kuno masih bersifat terbuka dan arca utama bisa dilihat dari luar.
Obyek candi berupa arca semacam lingga dan yoni ini dapat dijumpai di Candi Gunung Wukir yang berada beberapa kilometer arah selatan dan hampir mendekati perbatasan Jawa Tengah dan Yogyakarta. Tepatnya di Desa Kadiluwih, Kecamatan Salam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar